Presidium Forum Mahasiswa Dharmasraya, Gilang Permana/Foto: Ist

Penulis : Presidium Forum Mahasiswa Dharmasraya, Gilang Permana

Dharmasraya, Galanggang.id – Kabupaten Dharmasraya adalah kabupaten yang dibentuk sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Sijunjung, yang diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004 berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 2003. Pemekaran ini juga menghasilkan Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat. 

Tercatat, rata-rata sektor pekerjaan utama di Kabupaten Dharmasraya mulai dari pertanian dengan komoditas seperti padi dan sayuran, perkebunan dari kelapa sawit dan karet, usaha mikro kecil dan menengah seperti perdagangan dan jasa, dan juga pada sektor informal yang tidak tercatat.

Dharmasraya sebetulnya memiliki potensi tambang seperti batu bara, batu kapur, dan emas yang belum tergarab sepenuhnya. Maka dari itu pemerintah kabupaten berencana melegalisasi tambang agar penghasilan pertambangan yang ada di dharmasraya tergarap sepenuhnya.

Wacana legalisasi tambang rakyat di kabupaten Dharmasraya kembali mencuat ke permukaan. Pemerintah daerah menyuarakan niat untuk mengkomodasi akatifitas tambang rakyat melalui wilayah pertambangan rakyat ( WPR). Narasinya tampak sederhana dan simpatik, membantu penambang kecil agar tak di cap ilegal, membuka lapangan kerja, dan menambah pendampatan daerah. Tapi pertanyaannya benarkah untuk rakyat ?

Pertambangan Rakyat untuk siapa?

Pertambangan Rakyat terlalu sering menjadi selimut bagi kepentingan ekonomi yang lebih besar. Dalam praktiknya, tak sedikit tambang yang mengatasnamakan rakyat tapi dikendalikan oleh cukong lokal. Rakyat hanyalah buruh, bukan pemilik manfaat.

Foto Ilustrasi

Apakah pemerintah sudah benar-benar mendengar suara warga yang hidup di sekitaran tambang ? apakah mereka ingin melegalkan tambang, atau justru berharap ekosistem kembalih pulih ?

Tentu saja, dalam tataran wacana, legalisasi tambang bisa tampak sebagai win – win solution. Penambang diberi kepastian hukum, daerah mendapatkan pemasukan, dan negara menjalankan fungsi regulatifnya. Namun, legalitas bukan hanya sekedar administratif namun, ia adalah kesempatan jalan pembuka bagi komersialisasi.

Pertanyaan besar muncul, siapa yang benar-benar akan di untungkan dari legalisasi ini? Apakah benar benar penambang rakyat, atau justru perusahaan-perusahaan besar yang akan masuk lewat pintu-pintu belakang, memanfaatkan skema legalitas yang disiapkan untuk rakyat tapi dikendalikan oleh pemilik modal ?

Pertambangan Rakyat atau Kerusakan ekologis yang dilegalkan?

Wilayah Dharmasraya berada di kawasan yang rentan secara ekologis. Sungai-sungai utama seperti batanghari sudah lama menjadi korban aktivitas tambang ilegal, dengan air yang berubah warna dan biodiversitas yang terancam.

Jika pemerintah gagal menertibkan tambang yang sudah ada, bagaimana pemerintah bisa menjamin bahwa legalisasi akan diiringi pengawasan yang ketat ? alih-alih menjadi solusi, legalisasi berpotensi menjadi legitimasi baru bagi perusahaan lingkungan.

Ketika pemerintah hadir bukan untuk menjaga alam, tapi untuk meresmikan eksploitasi, maka rakyat hanya akan mendapat sisa – air yang tercemar, lahan yang rusak, dan konflik sosial yang memburuk.

Saya harap pemerintah kabupaten Dharmasraya menimbang Kembali perencanaan legalisasi tambang tersebut, karena lebih besar dampak yang di timbulkan dari operasi tambang tersebut. Kita bisa menunjang PAD dalam bentuk yang lain, tidak harus dari pertambangan.

Share.
Leave A Reply

Exit mobile version