
Jambi, Galanggang,id – Ribuan petani dari lima kabupaten di Provinsi Jambi menggelar aksi besar-besaran bertajuk Rembuk Tani di depan Gedung DPRD Provinsi Jambi, Senin (4/8/2025).
Aksi ini digerakkan oleh Aliansi Petani Jambi Menggugat sebagai bentuk penolakan terhadap aktivitas Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang dibentuk berdasarkan Perpres No. 5 Tahun 2025.Aliansi ini terdiri dari WALHI Jambi, KPA Jambi, Yayasan CAPPA, Perkumpulan Hijau, AJI Kota Jambi, Persatuan Petani Jambi, dan Serikat Tani Tebo.
Mereka menyuarakan kekhawatiran mendalam terhadap operasi Satgas PKH yang dinilai dapat mengancam ruang kelola masyarakat adat dan petani kecil.
Tak hanya itu, mereka menilai bahwa penertiban ini bukan hanya soal administrasi hukum, tetapi menyangkut hak asasi manusia, keadilan ekologis, dan kelangsungan hidup masyarakat lokal.
Direktur WALHI Jambi, Oscar Anugrah, menegaskan bahwa Perpres No. 5 Tahun 2025 bisa menjadi ancaman serius jika pelaksanaannya tidak dikontrol ketat.
Menurutnya, penertiban kawasan hutan justru bisa melegalkan perampasan ruang hidup masyarakat dan memperkuat penguasaan lahan oleh industri besar.
Pemerintah, kata Oscar, harus mendengarkan suara rakyat dan menghentikan pendekatan yang hanya bersifat legal formal.
Sementara itu, Koordinator Wilayah KPA Jambi, Frandody, menyampaikan bahwa selama ini banyak klaim kawasan hutan dilakukan secara sepihak, tanpa mempertimbangkan kenyataan sosial dan sejarah pengelolaan lahan oleh warga.
Ia mendesak agar data lokasi penertiban dibuka secara transparan dan tidak menyasar tanah garapan yang telah lama dikelola petani atau wilayah pemukiman sah.
Jenderal lapangan aksi, M Yasir, menambahkan bahwa masyarakat telah lama menjadi korban konflik agraria yang tidak kunjung diselesaikan oleh negara.
“Aksi ini sebagai bentuk perjuangan untuk keadilan agraria sejati,” sebutnya.
Dalam aksinya, aliansi menyampaikan tujuh tuntutan utama, termasuk evaluasi terhadap Satgas PKH, penghentian kriminalisasi petani, serta pelaksanaan reforma agraria sejati di Jambi.
Aksi ini berlangsung damai sebagai respons kolektif terhadap kebijakan yang dianggap tak berpihak pada rakyat kecil. (Red)