
Semarang, galanggang.id – Aktivis lingkungan Pegunungan Kendeng, Gunretno, menjalani pemeriksaan di Kantor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah pada Kamis (4/12/2025). Gunretno dipanggil untuk dimintai klarifikasi atas laporan yang menuduhnya menghalangi aktivitas pertambangan batu kapur karst di Pegunungan Kendeng.
Gunretno, yang merupakan tokoh sentral Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), hadir didampingi oleh ratusan warga Pegunungan Kendeng Pati. Ia mengungkapkan bahwa pelaporan terhadap dirinya dilayangkan oleh Didik Setyo Utomo, pemilik tambang di Desa Gadudero, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati.
Setelah menjalani pemeriksaan selama sekitar dua jam, Gun Retno membantah tuduhan tersebut, meskipun ia mengakui secara prinsip menentang pertambangan di Kendeng. “Tadi materi pertanyaannya soal menghalang-halangi kegiatan tambang legal. Saya tidak merasa,” ujar Gun ketika diwawancara seusai diperiksa, dilansir dari Republik.
Meskipun terdapat tambang yang sudah mengantongi izin dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng di wilayah tersebut, Gun Retno justru mempertanyakan keabsahan legalitas izin tersebut. Ia menyebut, terdapat 60 hal yang harus dipenuhi oleh sebuah pertambangan legal. “60 ini dipenuhi atau tidak? Kan saya harus lihat lokasi. Tentang papan nama, tidak ada. Patok titik koordinat yang dikeluarkan izin juga tidak tidak ada,” kata Gun.
Gun mendesak agar Dinas ESDM Jateng dan kepolisian juga turut memeriksa legalitas izin tersebut. Terkait tambang di Gadudero, Gun menyebut izin yang dikeluarkan polisi hanya satu titik, namun faktanya di lapangan terdapat dua titik pertambangan. “Tapi faktanya di Gadudero ada dua titik. Nah ini sejauh mana keilegalannya? Jadi perlu kita mengakses izin yang dikeluarkan ESDM Jawa Tengah di Pegunungan Kendeng itu siapa saja? Ini harus terbuka ESDM,” ujar Gun.
Gun memperkirakan luas pertambangan di Gadudero mencapai sekitar sembilan hektare. Ia menambahkan bahwa aktivitas pertambangan di kedua titik tersebut sangat aktif. “Kalau disebut menghalang-halangi, faktanya juga enjoy, jalan terus (aktivitas pertambangan),” ucapnya.
Gunretno mendesak Dinas ESDM Jateng untuk membuka dokumen perizinan tambang dan menegaskan perjuangan JMPPK. “Kami akan memperjuangkan bahwa hasil kajian lingkungan hidup strategis itu memang sudah merekomendasikan tidak boleh ada izin yang keluar di wilayah Pegunungan Kendeng. Karena ini rumahnya air, ini spons air untuk kehidupan anak cucu, dan di luar itu, kapur ini berfungsi sebagai penyerap CO2 dua kali lipat,” ucap Gun.
Kanit I Subdit IV Ditreskrimsus Polda Jateng, Kompol Hepy Pria Ambara, mengonfirmasi bahwa pelaporan terhadap Gun Retno masuk pada 5 November 2025. “Pasal yang diadukannya itu terkait Pasal 162 Undang-Undang Minerba tentang setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan,” katanya.
Ambara mengakui pelapor mengklaim usahanya dihalang-halangi, namun ia menegaskan proses masih tahap awal. “Tapi kan kami masih mencari fakta yang benar di lapangan itu seperti apa,” ujarnya. Ia menambahkan, pihaknya akan memanggil saksi-saksi lain dan ahli. Ambara juga merespons sanggahan Gun Retno mengenai legalitas tambang pelapor.
“Kita berpikir secara logika saja, kalau tambang ilegal malah ngelaporin, dia kan yang malah kita tangkap. Dia yang salah malah, ngapain tambang ilegal ngelaporin? Yang jelas dia (pelapor) sudah pemilik izin,” ucapnya.
Sementara itu, Cornelius Gea dari LBH Semarang mengkritik penggunaan Pasal 162 UU Minerba, menilai pasal tersebut berpotensi disalahgunakan pasal karet. “Mereka hanya melakukan audiensi atau membentangkan kritikan-kritikan aksi tanpa menghalangi aktivitas tambang,” terangnya. Menurut Cornelius, tidak ada unsur pidana dalam tindakan Gun Retno c.s., sehingga polisi seharusnya menolak pelaporan tersebut.
“Tindakan Kang Gun sama sekali tidak ada unsur pidana, seharusnya tidak diterima polisi,” ujar Cornelius.
Ia menambahkan dalam konteks HAM sebetulnya untuk tambang itu tidak hanya karena ia ilegal, tapi legal pun masyarakat punya hak dan dijamin oleh undang-undang. (Red)